Waktu berlalu dengan sunyi setelah kepergian Pangeran kecil. Sang pilot berdiri sendirian di tengah gurun yang luas, di tempat yang sama di mana sebuah perpisahan penuh arti baru saja terjadi. Langit di atasnya membentang tanpa batas, dihiasi bintang-bintang yang berkelap-kelip seperti lilin-lilin kecil yang menerangi kegelapan.
Hatinya terasa kosong, seperti ada bagian yang hilang, sebuah ruang hampa yang dingin. Udara malam membelai wajahnya, membawa sisa-sisa kenangan yang berputar-putar dalam pikirannya. Gurun ini, yang dahulu hanyalah hamparan pasir tanpa makna, kini terasa penuh dengan cerita dan jejak-jejak yang tak terlihat.
Ia memandang langit malam dan teringat kata-kata terakhir Pangeran kecil: “Setiap bintang akan seolah-olah tertawa bersamaku.” Kini, setiap titik cahaya di angkasa tampak hidup, seakan-akan menyimpan rahasia dari sahabat kecil yang bijaksana itu. Bintang-bintang bukan lagi sekadar titik jauh yang membisu; mereka telah menjadi penjaga kenangan, teman-teman yang selalu mengingatkan akan sebuah pertemuan yang mengubah segalanya.
Dalam kesunyian itu, sang pilot memejamkan matanya, membiarkan kenangan-kenangan itu mengalir seperti sungai yang lembut. Ia melihat kembali wajah Pangeran kecil—rambutnya sewarna emas, matanya yang bersinar dengan rasa ingin tahu dan kebijaksanaan, suaranya yang lembut namun penuh dengan kebenaran yang sederhana.
Ia teringat bagaimana Pangeran kecil bercerita tentang planet mungilnya, tentang mawar yang ia cintai dan lindungi dengan sepenuh hati. Ia teringat betapa anak itu, meski kecil dan jauh dari rumah, memiliki pemahaman tentang cinta dan tanggung jawab yang melampaui dunia orang dewasa.
Air mata mulai jatuh perlahan di pipinya. Bukan lagi air mata kesedihan yang pahit, melainkan air mata yang lahir dari rasa syukur dan cinta yang tak terungkapkan. Rasa kehilangan itu nyata, tetapi begitu juga kehangatan yang ditinggalkan oleh kehadiran Pangeran kecil. Seperti cahaya bintang yang tetap bersinar meskipun jauh, cinta itu tetap hidup di hatinya.
“Aku telah bertemu seseorang yang tak akan pernah kulupakan,” pikirnya. Pertemuan yang singkat namun penuh makna, sebuah persahabatan yang telah membangkitkan kembali kemampuannya untuk melihat dunia dengan hati, bukan hanya dengan mata.
Ia menyadari bahwa kehidupan adalah perjalanan yang penuh dengan perpisahan dan kehilangan, namun juga penuh dengan momen-momen kecil yang berharga, yang memberi makna sejati pada keberadaan kita. Pangeran kecil telah pergi, tetapi jejaknya tetap tinggal—di gurun ini, di bintang-bintang, dan di lubuk hatinya yang paling dalam.
Sang pilot menatap ke langit sekali lagi, membiarkan cahaya bintang-bintang memenuhi jiwanya yang kosong. “Selamat tinggal tidak pernah benar-benar ada,” bisiknya. “Selama kita mengingat, selama kita mencintai, mereka yang kita sayangi akan selalu hidup bersama kita.”
Dengan langkah perlahan, ia kembali menuju pesawatnya yang rusak. Malam terasa lebih hangat, lebih bersahabat. Setiap langkahnya ditemani oleh kenangan, oleh tawa Pangeran kecil yang masih menggema di udara.
Di gurun yang luas dan sunyi, seorang pria dewasa menemukan kembali sesuatu yang telah lama hilang—kemampuan untuk melihat keajaiban dalam hal-hal kecil, untuk mencintai dengan hati yang tulus, dan untuk percaya bahwa meskipun kesepian itu ada, ia tidak pernah benar-benar sendiri.
Langit malam tersenyum padanya, penuh dengan bintang-bintang yang tertawa, membawa pesan dari seorang sahabat kecil: “Yang penting tidak pernah terlihat oleh mata.”
Dan dalam kesunyian itu, sang pilot tahu, ia telah menemukan cahaya yang akan selalu menerangi jalan hidupnya. ***

Tinggalkan komentar