Dalam perjalanan panjangnya di Bumi, Pangeran kecil tiba di sebuah stasiun kereta yang riuh rendah. Asap membubung, suara besi beradu, dan langkah-langkah terburu-buru menggema di udara. Rel-rel kereta menjalar seperti urat-urat tak berujung, dan di tengah hiruk-pikuk itu, seorang penjaga rel kereta berdiri, mengatur lalu lintas manusia yang tiada henti.

“Selamat pagi,” sapa Pangeran kecil, suaranya tenggelam di tengah kebisingan mesin dan langkah kaki.

“Selamat pagi,” jawab penjaga rel, wajahnya lelah tetapi tangannya tetap cekatan mengatur arah perjalanan kereta.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Pangeran kecil.

“Aku mengarahkan kereta-kereta ini,” jawab penjaga rel. “Ada kereta yang menuju ke kiri, ada yang menuju ke kanan. Orang-orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan tergesa-gesa.”

Pangeran kecil memandang dengan mata penuh rasa ingin tahu. Dari jendela kereta yang melesat cepat, ia melihat wajah-wajah tegang, mata yang kosong, dan tubuh yang lelah. Anak-anak menempelkan wajah mereka di kaca, memandangi dunia yang berlalu begitu cepat, sementara orang dewasa sibuk dengan pikiran yang entah ke mana.

“Mereka mencari apa?” tanya Pangeran kecil, suaranya penuh kebingungan.

Penjaga rel mengangkat bahu. “Tidak ada yang tahu,” katanya lirih. “Orang-orang terus bergegas, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, seolah-olah tujuan mereka akan memberi mereka kebahagiaan. Tetapi mereka tidak pernah puas. Mereka hanya berlari, tanpa pernah berhenti untuk benar-benar melihat.”

Pangeran kecil termenung. Ia memikirkan orang-orang itu, yang berlarian di dalam kereta, mata mereka mencari sesuatu yang tak terlihat, hati mereka dikejar-kejar oleh rasa gelisah. Betapa anehnya manusia, pikirnya. Mereka seperti daun-daun kering yang ditiup angin, berpindah tanpa arah yang pasti.

“Mereka mengejar apa?” tanya Pangeran kecil lagi, lebih kepada dirinya sendiri.

“Mungkin mereka mengejar waktu,” jawab penjaga rel. “Atau mungkin mereka berusaha lari dari sesuatu yang tak ingin mereka hadapi. Tetapi mereka lupa satu hal penting.”

“Apa itu?” bisik Pangeran kecil.

“Mereka lupa untuk berhenti dan menikmati perjalanan. Mereka lupa melihat keindahan yang ada di sekeliling mereka. Mereka lupa bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang ditemukan di ujung perjalanan, tetapi sesuatu yang ada di setiap langkah kecil yang mereka lalui.”

Pangeran kecil merasakan hatinya bergetar. Ia memikirkan planet kecilnya yang sederhana, tempat di mana ia menikmati matahari terbit dan terbenam berulang kali. Di sana, tidak ada kereta yang bergegas, tidak ada tujuan yang membingungkan. Hanya ada keheningan, cinta untuk mawarnya, dan keindahan yang sederhana.

Ia menatap penjaga rel dengan mata yang penuh kesedihan. “Aku harap mereka bisa berhenti sejenak,” katanya. “Aku harap mereka bisa mendengarkan hati mereka sendiri.”

Penjaga rel tersenyum tipis. “Itulah harapan yang indah,” katanya. “Tetapi manusia sering kali hanya menyadari betapa berharganya momen itu setelah semuanya berlalu.”

Pangeran kecil menghela napas panjang. Dunia manusia terasa begitu kompleks, begitu sibuk dengan hal-hal yang tampak penting tetapi kosong di dalamnya. Ia merasa sedih melihat mereka bergegas tanpa arah, kehilangan makna dari perjalanan itu sendiri.

Dengan langkah kecilnya, ia meninggalkan stasiun itu. Kebisingan kereta perlahan memudar, digantikan oleh suara angin yang berbisik lembut. Dalam hatinya, ia berjanji akan selalu mendengarkan detak jantungnya sendiri, akan selalu menghargai setiap momen kecil yang membentuk hidupnya.

Karena ia tahu, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dikejar tanpa henti. Kebahagiaan adalah berhenti sejenak, memandang sekeliling, dan menemukan cinta serta keindahan dalam hal-hal sederhana yang sering kita abaikan. ***

Tinggalkan komentar