Gurun Sahara membentang luas, seperti lembaran tanpa akhir yang hanya diisi oleh pasir dan angin. Di tengah kehampaan yang tak berujung itu, Pangeran kecil berjalan dengan langkah kecilnya, matanya menatap horison yang seakan tak pernah mendekat. Udara panas bergetar di sekelilingnya, namun hatinya masih menyimpan harapan, sekecil apa pun itu.
Lalu, di tengah kekosongan yang sunyi, ia menemukan sesuatu yang tak disangka: sebuah bunga kecil dengan kelopak sederhana, berakar tipis di tanah kering yang keras. Bunga itu menggigil dalam angin gurun, tetapi tetap tegak, berjuang untuk hidup di tempat yang tampak mustahil.
“Selamat pagi,” sapa Pangeran kecil dengan suara penuh kelembutan.
“Selamat pagi,” jawab bunga itu, suaranya lemah namun manis, seperti bisikan yang hampir hilang dihembus angin.
“Apa yang kau lakukan di sini, di tengah gurun yang tandus?” tanya Pangeran kecil, matanya memancarkan rasa iba dan kekaguman.
“Aku bertahan,” jawab bunga itu, kelopaknya bergetar lembut. “Aku tumbuh di sini karena angin membawaku. Ini bukan tempat yang ramah, tetapi aku hidup.”
Pangeran kecil tertegun. Dalam dunia yang sunyi ini, di mana kehidupan tampak seperti sebuah kemustahilan, bunga kecil itu memilih untuk tumbuh, meski tanpa harapan akan perlindungan atau perawatan. Di balik kelembutannya, ada keberanian yang begitu tulus.
“Apakah ada manusia di sini?” tanya Pangeran kecil. Ia merasa hatinya mulai lelah mencari.
“Manusia?” bunga itu tertawa kecil, nada suaranya penuh dengan kegetiran. “Mereka selalu terburu-buru. Mereka seperti angin yang tidak tahu ke mana harus pergi. Mereka melintas, tetapi jarang ada yang benar-benar tinggal.”
Pangeran kecil merenungi kata-kata itu. Dunia yang luas, penuh dengan manusia yang terus bergerak, namun tetap saja terasa begitu sepi. Apakah ini takdir manusia? Berjalan tanpa arah, kehilangan akar yang bisa menahan mereka di satu tempat?
Ia menunduk dan menatap bunga kecil itu, yang tetap tegak meskipun angin terus berusaha menggoyahkannya. Ada sesuatu yang suci dalam keberadaannya, sesuatu yang mengajarkan tentang kekuatan dalam kesederhanaan. Bunga itu tidak memerlukan banyak, hanya sedikit kelembapan dan cahaya matahari, tetapi dengan itu, ia tetap hidup.
“Apakah kau takut angin akan mencabutmu?” tanya Pangeran kecil lembut.
Bunga itu menjawab dengan suara penuh kebijaksanaan, “Aku hanya melakukan yang terbaik untuk bertahan hidup. Jika angin membawaku pergi, mungkin itu adalah takdirku. Tetapi selama aku di sini, aku akan tetap berdiri.”
Hati Pangeran kecil terasa hangat meskipun gurun di sekitarnya terasa dingin dan keras. Bunga ini, kecil dan rapuh, memiliki keberanian untuk hidup di tengah ketidakpastian. Keberadaannya adalah pengingat bahwa kehidupan, meskipun tampak tak berdaya, bisa tumbuh bahkan di tempat yang paling tak ramah.
Saat ia beranjak pergi, Pangeran kecil membawa pesan bunga itu bersamanya: bahwa keberanian bukan hanya tentang kekuatan, melainkan tentang kesetiaan untuk tetap berdiri, bahkan ketika dunia seakan berusaha menjatuhkan kita.
Di tengah gurun yang luas dan sunyi, bunga kecil itu menjadi suara yang menguatkan—sebuah bisikan tentang harapan, keberanian, dan keindahan yang tak pernah benar-benar hilang. ***

Tinggalkan komentar