Setelah meninggalkan planet-planet dengan penghuninya yang sibuk dalam absurditas mereka sendiri, Pangeran kecil tiba di sebuah tempat yang asing baginya: Bumi. Di tengah bentangan yang luas, hamparan gurun terbentang sejauh mata memandang, sunyi dan sepi seperti hati yang lama tak bersentuhan dengan kasih sayang. Langkahnya kecil namun penuh keberanian, meninggalkan jejak-jejak mungil di pasir yang terasa panas oleh sengatan matahari.
Ia memandang ke sekeliling dengan mata penuh harap, mencari tanda-tanda kehidupan. Tetapi di hadapannya, hanya ada keheningan, pasir, dan langit yang tak bertepi. Angin gurun berdesir, membawa bisikan yang tidak ia pahami. Dalam kesunyian itu, Pangeran kecil merasa lebih sendiri daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya.
“Di mana orang-orang?” gumamnya pelan, suaranya tenggelam di antara deru angin.
Namun, tak ada jawaban. Hanya gurun yang membalasnya dengan kehampaan yang menekan. Bumi yang begitu luas ternyata penuh dengan ruang kosong yang terasa dingin dan asing. Bumi ini, tempat yang ia bayangkan penuh keajaiban dan jawaban, justru menyambutnya dengan kesunyian yang memekakkan.
Saat itulah ia bertemu dengan sesuatu yang hidup: seekor ular yang panjang dan ramping, berwarna seperti pasir, hampir tak terlihat di tengah lanskap yang monoton itu. Ular itu memandangnya dengan mata yang tajam dan penuh misteri.
“Selamat malam,” sapa Pangeran kecil dengan sopan.
“Selamat malam,” balas ular itu dengan suara yang berbisik, sehalus bayangan di bawah cahaya rembulan.
“Di mana manusia?” tanya Pangeran kecil. “Aku merasa begitu kesepian di sini.”
“Manusia?” desis ular itu, senyum samar terbentuk di bibir tipisnya. “Manusia itu hidup di dalam jiwa mereka sendiri. Bahkan di tengah keramaian, mereka bisa merasa lebih sepi daripada di gurun ini.”
Pangeran kecil merenungkan kata-kata ular itu. Kesepian, pikirnya, bukan hanya tentang tempat atau keadaan. Kesepian adalah sesuatu yang tumbuh di dalam hati, sesuatu yang bisa menjangkiti siapa saja, bahkan ketika dunia di sekitar mereka penuh dengan suara.
“Kau tampaknya kecil dan lemah,” kata Pangeran kecil kepada ular itu, “tetapi kau memiliki kekuatan.”
“Aku lebih kuat dari yang kau kira,” jawab ular itu. “Aku bisa mengembalikanmu ke tanah asalmu dengan satu sentuhan kecil. Namun, aku tidak ingin menyakiti hati yang suci.”
Pangeran kecil terdiam. Kata-kata ular itu terasa seperti teka-teki yang sarat makna. Di tengah gurun yang sunyi, ia mulai memahami bahwa kehidupan ini penuh dengan jalan-jalan yang tak terduga, dan sering kali, jawaban atas pencarian kita datang dalam bentuk yang paling sederhana namun paling menyakitkan.
Ia melangkah lagi, menyusuri hamparan pasir yang tak berujung, membawa kerinduan di hatinya yang kecil namun penuh dengan kebijaksanaan yang ia peroleh dari perjalanan panjangnya. Di bawah langit Bumi yang luas, ia merasa kecil, namun tidak kalah berharga. Kesepian menyelimutinya seperti mantel tipis, namun ia tahu bahwa cinta yang ia miliki untuk mawar dan semua yang ia tinggalkan adalah api kecil yang akan terus menyala di tengah kegelapan.
Bumi mungkin luas dan sunyi, tetapi di dalam hati Pangeran kecil, masih ada cahaya yang menuntunnya menuju pemahaman yang lebih dalam. Dalam kesunyian itu, ia belajar bahwa cinta dan harapan adalah peta yang akan membawanya pulang. ***

Tinggalkan komentar