Pangeran kecil tiba di sebuah planet yang lebih kecil dari yang lain, namun ada sesuatu yang hidup di sana. Di tengah planet itu, seorang penjaga lentera berdiri tegap, memegang lentera di tangannya. Cahaya lentera itu berkedip-kedip lembut, seperti denyut nadi yang menjaga kehidupan planet kecil tersebut.

Ketika Pangeran kecil mendekat, ia melihat bahwa penjaga itu sibuk dengan sebuah rutinitas tanpa akhir. Setiap satu menit, ia menyalakan lentera dengan gerakan yang anggun, lalu mematikannya lagi. Kemudian, ia mengulanginya—menyalakan, mematikan, tanpa jeda, tanpa henti.

“Selamat pagi,” sapa Pangeran kecil.

“Selamat pagi,” jawab penjaga lentera, suaranya terdengar lelah tetapi tetap penuh dedikasi.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Pangeran kecil.

“Aku menyalakan dan mematikan lentera,” jawab penjaga itu. “Ini adalah tugasku. Perintahnya adalah menyalakan lentera ketika malam tiba, dan mematikannya ketika siang datang.”

Pangeran kecil memiringkan kepalanya, kebingungan. “Tetapi planetmu begitu kecil. Siang dan malam datang begitu cepat. Bukankah kau tidak punya waktu untuk beristirahat?”

“Itu benar,” kata penjaga lentera dengan nada datar. “Setiap satu menit, malam berganti siang, dan siang berganti malam. Aku harus terus bekerja.”

“Kenapa kau tidak berhenti?” tanya Pangeran kecil dengan polos.

Penjaga lentera terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara yang hampir seperti bisikan, “Karena itu perintah. Dan aku setia pada tugasku.”

Pangeran kecil merasa iba. Di antara semua orang yang ia temui dalam perjalanannya, penjaga lentera ini adalah satu-satunya yang tidak tampak mementingkan dirinya sendiri. Ia tidak sombong, tidak serakah, dan tidak terjebak dalam lingkaran kesia-siaan. Namun, kesetiaannya pada tugas telah membuatnya menjadi tawanan rutinitas yang melelahkan.

“Aku menyukai orang ini,” pikir Pangeran kecil dalam hatinya. “Ia setia dan penuh pengabdian. Tetapi pekerjaannya begitu absurd.”

Dengan lembut, ia berkata kepada penjaga lentera, “Aku tahu planet di mana hari-harinya lebih panjang. Kau bisa beristirahat di sana.”

Penjaga lentera tersenyum tipis, tetapi ia menggeleng. “Aku tidak bisa pergi. Lentera ini adalah tugasku. Tanpa aku, planet ini akan kehilangan cahayanya.”

Pangeran kecil menatap penjaga lentera itu dengan rasa kagum yang bercampur kesedihan. Dalam absurditas tugasnya, penjaga ini telah menemukan makna—kesetiaan pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Saat Pangeran kecil melanjutkan perjalanannya, ia merenungkan apa yang baru saja ia saksikan. Apakah kesetiaan itu indah, ataukah ia hanya beban yang mengikat kita pada hal-hal yang tidak lagi masuk akal?

Namun, ia tahu satu hal: penjaga lentera itu mengajarinya bahwa pengabdian, meskipun sederhana, dapat memberikan cahaya dalam kegelapan—baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Di bawah bintang-bintang, Pangeran kecil melangkah, membawa pelajaran tentang kesetiaan yang bercahaya meski dalam absurditas. ***

Tinggalkan komentar