Pangeran kecil menatap langit malam dengan mata yang bersinar, namun di dalamnya tersimpan kerinduan yang begitu dalam. Ia meninggalkan planet kecilnya, meninggalkan mawar yang dicintainya namun tidak ia pahami sepenuhnya. Hatinya penuh pertanyaan—tentang cinta, tanggung jawab, dan dirinya sendiri. Dengan keberanian yang lembut, ia memulai perjalanan melintasi semesta, melangkah dari satu planet ke planet lain, mencari jawaban di antara bintang-bintang.
“Planet pertama yang aku kunjungi,” katanya, “dihuni oleh seorang raja.”
Raja itu duduk di atas singgasananya yang megah, di sebuah planet yang kosong selain dirinya sendiri. Ia mengaku memerintah segalanya, bahkan bintang-bintang. Tapi apa gunanya memerintah jika tidak ada yang perlu diperintah? Pangeran kecil merasa kebingungan, lalu perlahan menyadari bahwa kekuasaan tanpa tujuan adalah kesunyian yang menyamar sebagai kemegahan.
Lalu, ia melanjutkan perjalanannya.
“Di planet berikutnya, aku bertemu seorang pria sombong,” katanya. Pria itu hanya ingin dipuji, hanya ingin dunia melihatnya sebagai yang paling hebat. Namun, kesombongan pria itu hanyalah topeng yang menutupi kehampaan di dalam dirinya.
Planet demi planet ia kunjungi, dan di setiap pertemuannya, ia menemukan cermin kecil yang memantulkan sifat-sifat manusia. Ia bertemu seorang pecandu yang minum untuk melupakan rasa malunya karena menjadi pecandu. Ia bertemu seorang pengusaha yang menghitung bintang-bintang, mengklaim memilikinya, namun tidak pernah menyentuh satu pun keindahan yang ia klaim. Ia bertemu penjaga lentera, yang dengan setia menyalakan dan memadamkan lentera, bahkan ketika pekerjaannya kehilangan makna di tengah waktu yang berputar terlalu cepat.
Setiap pertemuan adalah pelajaran yang membuat Pangeran kecil semakin sadar akan dunia orang dewasa yang penuh absurditas.
“Mereka semua begitu sibuk,” katanya pelan, “tetapi mereka lupa untuk menikmati hal-hal yang sederhana.”
Di planet terakhir sebelum tiba di Bumi, ia bertemu dengan seorang geografer, seorang yang mencatat semua yang indah di dunia, namun tidak pernah melangkah keluar untuk melihatnya sendiri. Pangeran kecil merasa kecewa, tetapi juga tergugah. Ia sadar bahwa banyak dari mereka yang ia temui hidup dalam keterasingan yang diciptakan oleh diri mereka sendiri.
Ketika ia tiba di Bumi, hatinya terasa berat. Ia berharap menemukan jawaban, tetapi yang ia temukan adalah pertanyaan-pertanyaan baru. Bumi, dengan semua keindahannya, tetap terasa sunyi baginya. Di bawah bintang-bintang yang sama yang ia lihat dari planet kecilnya, ia merasa semakin jauh dari mawar yang ia tinggalkan, namun semakin dekat pada pemahaman tentang cinta dan tanggung jawab.
“Aku ingin tahu,” katanya kepadaku, suaranya hampir seperti bisikan, “mengapa orang dewasa selalu sibuk dengan hal-hal yang tidak penting, dan lupa untuk merawat yang benar-benar mereka cintai?”
Aku tidak bisa menjawab. Kata-kata Pangeran kecil itu beresonansi di hatiku, seperti gema yang tak henti-hentinya mengingatkan bahwa dalam pencarian kita untuk hal-hal besar, sering kali kita melupakan keindahan kecil yang memberi hidup maknanya. ***

Tinggalkan komentar