Pangeran kecil menatap ke kejauhan, seolah mencari di langit malam jejak mawar yang telah ia tinggalkan. Suaranya bergetar lembut, seperti angin yang menyentuh lembah sunyi, saat ia mulai bercerita tentang satu-satunya penghuni planet mungilnya yang benar-benar berarti: sebuah bunga mawar.
Ia muncul tanpa peringatan, tumbuh perlahan dari sebuah tunas yang berbeda dari tumbuhan lain di planet itu. Pangeran kecil melihatnya dengan rasa ingin tahu, hingga akhirnya tunas itu membuka kelopaknya satu per satu, menampakkan keindahan yang memukau. Mawar itu cantik, tak seperti apa pun yang pernah dilihatnya sebelumnya. Kelopaknya halus bagai sutra, dan aroma harumnya memenuhi udara di planet kecil itu, menciptakan dunia yang terasa lebih hidup.
Namun, mawar itu tidak hanya membawa keindahan. Ia juga membawa tuntutan, keangkuhan, dan kerentanan. Mawar itu berbicara dengan nada penuh percaya diri, memamerkan keindahannya, dan meminta perhatian penuh dari Pangeran kecil.
“Aku butuh perlindungan dari angin,” katanya. “Bisakah kau membuatkan aku penutup kaca?”
Pangeran kecil menurut, mematuhi setiap permintaannya. Namun, di balik sikap angkuhnya, ada ketakutan yang tersembunyi, ketakutan akan kerapuhannya, akan dunianya yang begitu kecil dan mudah dihancurkan.
“Aku tidak tahu bagaimana mencintainya,” kata Pangeran kecil, matanya redup oleh keraguan yang menghantui. “Ia sering membuatku marah. Terkadang, aku merasa ia hanya ingin memanfaatkan aku. Tapi… aku merindukannya.”
Mawar itu tidak sempurna. Ia sombong, manja, dan sering kali berkata hal-hal yang melukai hati Pangeran kecil. Tetapi, setiap pagi, ia selalu menunggu mawar itu membuka kelopaknya. Setiap malam, ia memastikan mawar itu terlindungi dari angin dan dingin. Mawar itu adalah pusat dunianya, meskipun ia sendiri tidak menyadarinya sepenuhnya.
Ketika akhirnya ia memutuskan untuk pergi, meninggalkan planet kecilnya demi menjelajahi dunia, mawar itu tidak memohon. Sebaliknya, mawar itu berkata dengan lembut, “Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir. Aku mencintaimu.”
Saat itu, Pangeran kecil menyadari sesuatu yang menyakitkan namun indah: cinta tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata sempurna atau sikap yang manis. Cinta adalah tanggung jawab. Cinta adalah kerelaan untuk peduli, bahkan ketika hubungan itu terasa sulit atau rumit.
Ia meninggalkan planetnya dengan hati yang berat. Setiap langkah membawanya lebih jauh dari mawar yang ia cintai, tetapi juga lebih dekat pada pemahaman tentang dirinya sendiri. Mawar itu tetap tinggal di sana, di bawah penutup kaca, merunduk lembut dalam keanggunannya yang rapuh, sementara Pangeran kecil melangkah ke arah bintang-bintang, mencari jawaban atas cinta yang ia tinggalkan.
Ketika ia selesai bercerita, aku terdiam. Di tengah gurun yang sunyi ini, aku mendengar gema dari cerita Pangeran kecil dalam diriku sendiri. Mawar itu bukan hanya miliknya; ia adalah cinta pertama kita, tanggung jawab kita, sesuatu yang mengajarkan bahwa meskipun cinta itu rumit, ia adalah alasan kita tetap berusaha. ***

Tinggalkan komentar