Pangeran kecil mulai bercerita, dengan suara lembut yang seakan datang dari bintang-bintang. Ia berasal dari sebuah tempat yang jauh—planet kecil yang begitu mungil hingga hanya muat untuknya dan beberapa hal yang ia sayangi. Ia menyebutnya Asteroid B-612, sebuah tempat di mana matahari terbit dan terbenam bisa dinikmati berkali-kali dalam sehari hanya dengan sedikit memindahkan kursi. Suatu keindahan yang bagi kita terasa mustahil, namun baginya adalah kehidupan yang biasa.
“Duniaku tidak besar,” katanya, matanya menerawang jauh, seolah mengenang sesuatu yang tak bisa dijangkau. “Tapi cukup untukku.”
Di planet kecilnya, ia menjaga segalanya dengan ketelitian seorang tukang kebun yang mencintai tanamannya. Setiap pagi, ia mencabut baobab kecil yang bisa tumbuh menjadi pohon raksasa dan menghancurkan planetnya jika dibiarkan. Ia menyapu kawah-kawah gunung berapi, satu yang aktif dan satu yang tidur, dengan penuh perhatian. Baginya, setiap tugas kecil ini adalah tanggung jawab besar—sebuah bukti cinta pada tempat yang ia sebut rumah.
Namun, ada satu hal di planetnya yang membuatnya bahagia sekaligus gelisah: bunga mawar yang luar biasa indah. Mawar ini berbeda dari semua yang lain—ia sombong, rapuh, dan sering kali menuntut perhatian lebih. Mawar itu berbicara dengan nada angkuh, memerintah dengan kehalusan yang sulit ditolak, tetapi di balik semua itu, ada kejujuran yang lembut.
“Aku tidak tahu bagaimana mencintainya,” katanya perlahan, seperti mengakui rahasia yang lama tersembunyi. “Ia sering membuatku marah, tetapi aku juga tak ingin meninggalkannya. Aku pikir, ia membutuhkan aku.”
Aku mendengar setiap kata Pangeran kecil dengan perasaan bercampur. Planet kecilnya, dengan segala keterbatasan dan keindahan, seolah mencerminkan jiwa manusia—tempat di mana cinta, tanggung jawab, dan kesendirian bercampur menjadi satu. Mawar itu, aku pikir, bukan sekadar bunga. Ia adalah simbol dari cinta yang rapuh, yang butuh dijaga meskipun sering kali membuat kita terluka.
“Kau meninggalkan planetmu karena mawar itu?” tanyaku, mencoba memahami alasan di balik kepergiannya.
Ia mengangguk, tetapi ada kerinduan di matanya. “Aku ingin mencari sesuatu. Aku tidak tahu apa. Mungkin jawaban. Mungkin pemahaman. Mungkin… diriku sendiri.”
Di saat itu, aku merasa seolah aku bukan hanya mendengar kisah Pangeran kecil, tetapi juga merasakan apa yang ia rasakan. Planet mungilnya, bunga mawarnya, dan perjalanan yang ia pilih adalah cerminan dari apa yang sering kali kita hadapi: keinginan untuk melarikan diri dari cinta yang rumit, hanya untuk akhirnya menyadari bahwa cinta itu adalah alasan kita ada.
Di bawah bintang-bintang yang tenang, Pangeran kecil melanjutkan ceritanya, dan aku tahu bahwa aku sedang mendengar lebih dari sekadar kisah tentang sebuah planet. Aku sedang mendengar nyanyian hati yang penuh kerinduan dan keberanian. ***

Tinggalkan komentar