Dalam bab kesepuluh buku Nexus: A Brief History of Information Networks from the Stone Age to AI, Yuval Noah Harari mengeksplorasi bagaimana algoritma dan teknologi digital memengaruhi bentuk pemerintahan totaliter. Berjudul Totalitarianism: All Power to the Algorithms?, bab ini membahas bagaimana teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI) dan pengawasan digital, dapat digunakan untuk memperkuat kontrol totalitarian, serta implikasinya bagi kebebasan dan demokrasi. Artikel ini merangkum ide-ide utama bab tersebut, termasuk sejarah totalitarianisme, peran teknologi, dan tantangan bagi masyarakat global.

1. Totalitarianisme: Sebuah Pengantar

Harari membuka bab ini dengan menjelaskan konsep totalitarianisme, yaitu bentuk pemerintahan di mana negara mengontrol semua aspek kehidupan, termasuk ekonomi, budaya, dan informasi. Dalam sistem ini, individu tidak memiliki kebebasan pribadi, dan seluruh masyarakat tunduk pada kehendak penguasa.

Meskipun totalitarianisme sudah ada sejak zaman kuno, Harari menyoroti bahwa era digital telah memberikan alat baru yang jauh lebih canggih untuk memperkuat kontrol totaliter. Teknologi modern memungkinkan pengawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menciptakan potensi untuk membangun rezim totaliter yang lebih efektif.

2. Peran Algoritma dalam Totalitarianisme Modern

Harari menjelaskan bahwa algoritma memainkan peran kunci dalam pengawasan dan kontrol modern. Dalam sistem totaliter, algoritma dapat digunakan untuk:

• Memonitor perilaku individu: Kamera pengawas yang dilengkapi dengan pengenalan wajah dapat melacak keberadaan seseorang setiap saat.

• Menganalisis data besar: Algoritma mampu memproses data dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi ancaman potensial terhadap rezim, seperti aktivis atau oposisi politik.

• Memanipulasi opini publik: Algoritma media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda dan memanipulasi narasi publik demi memperkuat kekuasaan penguasa.

Harari memperingatkan bahwa kombinasi algoritma dan data besar menciptakan sistem pengawasan yang lebih kuat daripada apa pun yang dimiliki oleh rezim totaliter di masa lalu.

3. Teknologi Sebagai Pedang Bermata Dua

Meskipun teknologi memberikan alat yang kuat bagi totalitarianisme, Harari juga menekankan bahwa teknologi ini dapat digunakan untuk tujuan yang baik. Teknologi yang sama yang digunakan untuk pengawasan juga dapat digunakan untuk:

• Meningkatkan transparansi: Sistem digital dapat membantu memonitor korupsi dan menyebarkan informasi yang akurat.

• Memberdayakan individu: Internet memungkinkan individu untuk mengakses pengetahuan dan berkomunikasi dengan orang lain di seluruh dunia.

Namun, Harari mencatat bahwa penggunaan teknologi bergantung pada siapa yang memegang kendali. Di bawah rezim totaliter, teknologi hampir selalu digunakan untuk membungkam kebebasan daripada memperluasnya.

4. Dampak Totalitarianisme Algoritmik

Harari menjelaskan beberapa dampak utama dari totalitarianisme berbasis algoritma:

• Hilangnya privasi: Dalam sistem ini, tidak ada aspek kehidupan pribadi yang tersisa. Setiap tindakan individu diawasi dan dianalisis.

• Kebebasan yang terkikis: Dengan pengawasan yang terus-menerus, individu tidak lagi merasa bebas untuk berpikir atau bertindak melawan pemerintah.

• Inefisiensi moral: Sistem totaliter algoritmik sering kali membuat keputusan tanpa memperhitungkan etika atau dampak manusiawi, karena algoritma hanya berfokus pada data.

5. Krisis Kebebasan di Era Digital

Harari menyoroti bahwa era digital telah membawa krisis kebebasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan teknologi yang semakin canggih, pemerintah dan perusahaan memiliki kemampuan untuk mengontrol informasi dan memengaruhi perilaku individu.

Ia mencontohkan bagaimana beberapa negara menggunakan teknologi pengawasan untuk memantau warganya, mengontrol media sosial, dan membatasi akses informasi. Harari memperingatkan bahwa jika tren ini tidak dihentikan, masyarakat global dapat kehilangan kebebasan yang telah diperjuangkan selama berabad-abad.

6. Tantangan Global: Menyeimbangkan Teknologi dan Kebebasan

Harari menekankan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah menemukan keseimbangan antara penggunaan teknologi untuk kemajuan dan perlindungan kebebasan individu. Ia menyarankan beberapa langkah untuk mengatasi ancaman totalitarianisme algoritmik:

• Regulasi internasional: Negara-negara perlu bekerja sama untuk menetapkan aturan tentang penggunaan teknologi, terutama dalam hal pengawasan dan privasi.

• Pendidikan digital: Masyarakat perlu diberdayakan untuk memahami bagaimana algoritma bekerja dan bagaimana melindungi privasi mereka.

• Kebijakan etis: Penggunaan teknologi harus didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang melindungi hak asasi manusia.

7. Belajar dari Sejarah Totalitarianisme

Harari mencatat bahwa totalitarianisme modern memiliki banyak kesamaan dengan rezim-rezim totaliter di masa lalu, tetapi teknologi membuatnya lebih berbahaya. Namun, ia juga menyoroti bahwa masyarakat telah berhasil melawan dan mengalahkan totalitarianisme sebelumnya, sehingga masih ada harapan.

Dengan belajar dari sejarah, Harari percaya bahwa masyarakat dapat mengembangkan strategi untuk mencegah teknologi digunakan sebagai alat penindasan.

8. Kesimpulan: Mengendalikan Algoritma, Bukan Sebaliknya

Bab ini menggarisbawahi bahwa algoritma adalah alat yang sangat kuat, tetapi bagaimana mereka digunakan tergantung pada siapa yang memegang kendali. Harari menekankan bahwa masyarakat global harus berjuang untuk memastikan bahwa teknologi digunakan untuk memperluas kebebasan, bukan untuk mengekangnya.

Ia mengajak pembaca untuk berpikir kritis tentang peran teknologi dalam kehidupan mereka dan mendukung kebijakan yang melindungi privasi, kebebasan, dan hak asasi manusia. Totalitarianism: All Power to the Algorithms? adalah peringatan penting bahwa kemajuan teknologi harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan sosial. Dengan tindakan yang tepat, Harari percaya bahwa kita dapat mencegah teknologi menjadi alat penindasan dan memastikan bahwa mereka digunakan untuk kebaikan bersama.

Tinggalkan komentar